welcome

---------- SELAMAT DATANG DI BLOG KOMUNITAS KAMI INI ----------

info kajian

----- "DALAM RANGKA MENDUKUNG EARTH HOUR, KAMI MENGAJAK TEMAN-TEMAN MEMATIKAN PERALATAN ELEKTRIK ANDA PADA HARI SABTU 31 MARET 2012 PUKUL 20.30 - 21.30 WIB" -----

CuaCa BaNDa aCeH

Click for Kota Banda Aceh, Indonesia Forecast

Rabu, 30 Juni 2010

GeoGRaFi MuTaKHiR (Versi Iwan Hermawan)

Perkembangan geografi saat ini lebih mengarah pada upaya pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat manusia. Kondisi ini mengharuskan Geografi sebagai bidang keilmuan tidak boleh melepaskan diri dari disiplin keilmuan lainnya. Seperti yang terjadi pada disiplin ilmu lainnya, geografi juga telah mempergunakan statistik dan metode kuantitatif dalam penelitiannya, bahkan penggunaan piranti komputer untuk mengolah dan menganalisa data sudah menjadi kebutuhan. Selain itu, penggunaan Citra Satelit sudah menjadi kebutuhan dalam pengadaan data geografi yang tepat dan akurat. Citra baru dalam studi Geografi dimulai pada tahun 1960, yaitu dengan penggunaan metoda Kuantitatif dalam penelitian Geografi. Penggunaan metoda penelitian kuantitatif dipelopori oleh geografer Amerika Serikat dan Swedia yang tidak hanya menerapkannya pada penelitian Geografi fisik, namun juga pada geografi lainnya dengan dibantu pemakaian piranti komputer. Pengaruh tersebut terus menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara maju.

Sampai tahun 1960, Geografi di Inggris tidak mempunyai warna dan kuno pemikirannya, sesudah tahun tersebut perkembangan Geografi semakin pesat dan terjadi perubahan yang besar-besaran dalam pemikirannya. Geografi di Inggris yang terkenal dengan penelitiannya tentang penggunaan lahan dan pendekatan praktis berkenaan dengan perencanaan telah mendorong sekelompok geograf yang dipelopori oleh Chorley pada tahun 1964 mengembangkan pemikiran baru untuk Geografi Fisik dan Peter Haget untuk Geografi Sosial. Hasil karya mereka, yaitu Frontiers in Geography dan Models in Geography yang merupakan kumpulan karangan merupakan manifestasi dari pemikiran baru tersebut. Pemakain metoda kuantitatif dalam penelitian Geografi tidak hanya analisis tetapi juga mendorong pengembangan teori lebih lanjut.

Studi Berry tentang model teoritis jaringan kota di Amerika Serikat dapat diterapkan dalam struktur internal kota besar. Penggunaan berbagai piranti modern dalam mendukung studi Geografi akan sangat bermanfaat terutama dalam penentuan batas wilayah, gerakan penduduk, batas wilayah, serta berbagai persebaran fenomena geografi. Selain itu juga bermanfaat bagi menentukan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Wrigley mengungkapkan, bahwa Geografi tidak boleh membatasi diri dalam mempergunakan analisa untuk penelitiannya. Analisa apapun dapat dipergunakan asal dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Ia juga berpendapat bahwa geografi merupakan disiplin yang berorientasikan pada masalah (problem oriented) dalam rangka interaksi antara manusia dengan lingkungannya.

Apabila geografi wilayah (regional geography) dianggap sebagai kajian yang berkaitan dengan wilayah, maka geografi mutakhir sebagian bersifat wilayah. Metode wilayah masih merupakan alat penting bagi geografi mutakhir. Perbedaannya adalah wilayah bukan tujuan akhir dari geografi namun geografi bersifat wilayah namun bukan tentang wilayah.

Metoda kuantitatif dan berbagai piranti komputer pendukungnya yang lazim dipergunakan dalam studi Geografi dewasa ini bukan menggantikan atau menghilangkan metoda Geografi, namun hanya sebagai penambah peralatan di dalam tehnik penelitian dan analisis.


Dikutip seluruhnya –dengan sedikit perubahan seperlunya– dari :

Iwan Hermawan. 2009. Geografi Sebuah Pengantar. Bandung: Private Publishing

Selasa, 08 Juni 2010

GeoGRaFi MuTaKHiR (Versi R. Bintarto)

Untuk memastikan arah perkembangan konsep geografi masa kini atau geografi mutakhir adalah sesuatu hal yang tidak mudah. Seandainya dianggap bahwa konsep-konsep geografi yang terdahulu belum sempurna apakah berarti bahwa konsep geografi baru akan sesuai untuk diterapkan pada berbagai lingkungan geografi yang beraneka ragam coraknya dan berbeda-beda tingkat perkembangan budaya, ekonomi dan penguasaan teknologinya. Para ahli geografi Indonesia yang dalam kenyataanya dihadapkan pada kondisi lingkungan geografi yang beraneka ragam seharusnya mempunyai sifat yang dinamik di dalam menghadapi berbagai konsep geografi dan jangan terlalu mudah mengaitkan diri pada berbagai mazhab atau konsep yang dikembangkan dan diterima di tempat lain di luar Indonesia. Kita harus pandai memilih mana yang sesuai dengan keperluan pemecahan masalah kita. Kait mengaitnya satu disiplin dengan disiplin yang lain serta kait mengaitnya masalah yang satu dengan masalah yang lain mengharuskan geografi mutakhir tidak boleh memisahkan diri dari disiplin yang lain.

Seprti halnya juga terjadi pada disiplin ilmu yang lain, geografi mutakhir telah menggunakan statistik dan metode kuantitatif dalam penelitiannya bahkan telah pula digunakan komputer untuk menyimpan, mengolah dan menganalisis data. Hal ini sangat bermanfaat dalam menentukan batas suatu wilayah, menentukan gerakan penduduk, menentukan pola penyebaran fenomena geografi dan mencari kaitan antara satu variabel dengan variabel yang lain.

Suatu masalah yang besar telah timbul dalam geografi yaitu apakah aspek fisik dan sosial harus disatukan dalam geografi. Dari berbagai tulisan-tulisan mengenai geografi akhir-akhir ini konsep penyatuan (unifying concept) belum tampak meskipun analisa yang digunakan dalam geografi telah berkembang pesat. Sementara orang-orang berpendapat bahwa geografi akan menyimpang dari tujuannya apabila konsep penyatuan tidak terjadi.

Wrigley berpendapat bahwa geografi tidak boleh membatasi diri dalam menggunakan analisis untuk penelitiannya. Analisis apapun dapat digunakan asalkan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Selain itu, Wrigley berpendapat bahwa geografi adalah suatu disiplin yang berorientasi kepada masalah (problem oriented) dalam rangka interaksi antara manusia dengan lingkungannya.


Dikutip seluruhnya –dengan sedikit perubahan seperlunya– dari :

R. Bintarto dan S. Hadisumarno. 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES

Rabu, 02 Juni 2010

GeoGRaFi aKHiR aBaD Ke-19 dan aWal aBaD Ke-20

Pada akhir abad ke-19, geografi memusatkan perhatiannya terhadap iklim, tumbuhan, hewan dan terutama terhadap bentang alam. Kebanyakan ahli-ahli geografi pada periode ini memperdalam geologi dan menggunakan metode geologi dalam penyeledikannya, sebaliknya geografi manusia menjadi semakin lemah. Geografi manusia pada akhir abad ke-19 masih bercorak geografi Ritter dimana geografi mencitrakan manusia dalam hubungannya dengan lingkungan tanpa ada perspektif baru. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kedudukan Ritter sebagai tokoh geografi di Universitas Berlin setelah kematiannya di tahun 1859 untuk waktu yang lama tidak ada yang menggantikannya. Demikian juga di Inggeris sejak pengunduran diri tokoh geografi Alexander Maconochie di tahun 1830-an menyebabkan geografi di negara itu tidak berkembang.

Meskipun di universitas geografi manusia tidak memperoleh kemajuan tetapi tidak demikian halnya di luar universitas. Di Amerika Serikat Mayor John Wisley Powell mempelajari bentang alam dan sumber daya air untuk menyarankan penggunaan tanah di suatu tempat dengan sebaik-baiknya. Seorang ahli geografi A.S lainnya George Peskins Marsh mempunyai perhatian khusus tentang betapa pentingnya mengkonservasi sumber daya. Pada pendahuluan bukunya Man and Nature, or Physical Geography as Modified by Human Action yang diterbitkan tahun 1864, Marsh berpendapat bahwa Humboldt dan Ritter merupakan tokoh-tokoh daripada aliran baru dalam geografi yang pernah mengatakan bahwa "seberapa jauh keadaan lingkungan fisikal mempengaruhi kehidupan sosial dan kemajuan sosial". Kemudian timbul pertanyaan pada diri Marsh, bagaimanakah manusia mengubah permukaan bumi? Dalam hal ini Marsh ingin menekankan bukan permukaan bumi yang menentukan kehidupan manusia, tetapi manusia yang mengubah permukaan bumi untuk kehidupan yang lebih baik. Namun keadaan yang lebih jelek akan terjadi apabila manusia merusak lingkungan alamnya.

Selain itu, Friedrich Ratzel telah mempelajari pengaruh lingkungan fisikal terhadap kehidupan manusia. Ratzel dalam jilid pertama bukunya Anthropogeographie yang terbit tahun 1882 menambahkan bahwa selain lingkungan alam, aktivitas manusia merupakan factor penting dalam kehidupan di suatu lingkungan. Selain geografi, Ratzel juga belajar antropologi secara mendalam. Ratzel berpendapat bahwa apabila diadakan pembandingan antara kelompok manusia yang berbeda, pastilah manusia itu sendiri yang menentukan keadaan yang ditimbulkan lingkungan kebudayaannya. Berbeda dengan jilid pertama, pada buku Anthropogeografi jilid kedua yang terbit tahun 1891 lebih menekankan pada uraian tentang penyebaran dan kepadatan penduduk, pembentukan pemukiman, migrasi penduduk dan penyebaran kebudayaan. Untuk menjelaskan hal ini, Ratzel tidak menitik beratkan kepada pengaruh lingkungan terhadap manusia tetapi kedua fenomena ini sama kedudukannya. Pada saat itu Ratzel mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap ahli-ahli geografi di Amerika.

Berbeda dengan di Amerika Serikat, di Eropa environmentalism tidak begitu popular. Di tahun 1883, Ferdinand von Richthofen mengusulkan agar geografi merupakan ilmu pengetahuan chrologi. Pengikut von Richthofen, Alfred Hettner yang mendapat pengaruh dari ahli-ahli geografi Amerika mengembangkan pandangan von Richthofen dari pandangan tentang kaitan antara lingkungan alam dengan manusia kepada studi wilayah. Sejalan dengan pemikiran Hettner, Vidal de la Blache (1854 – 1918 M) berpendapat bahwa studi tentang lingkungan fisik dan masyarakat harus disatukan karena tujuan geografi ialah untuk menyelidiki bagaimana suatu masyarakat telah atau sedang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya. Daerah dimana proses ini telah dan sedang berlaku akan membentuk suatu unit yang disebut "wilayah" atau "region". Jelaslah bahwa wilayah yang dimaksud oleh Blache merupakan areal dimana berlaku interaksi antara manusia dengan lingkungan fisik yang bersifat lokal. Hal ini berarti bahwa ciri-ciri penting di suatu wiilayah mungkin tidak mempunyai hubungan dengan ciri-ciri wilayah yang lain. Oleh karenanya, konsep Blache tentang geografi bersifat wilayah dan hal ini berbeda dengan konsep sistematik yang dianut oleh Humboldt dan Ritter sebelumnya. Pendapat Blache sesuai dengan keadaan Eropa sebelum revolusi industri dan sesuai juga dengan wilayah yang ekonominya masih berdasarkan peasant agriculture dan local self-sufficiency. Konsep Blache ini tidak sesuai dengan negara-negara yang telah maju karena negara-negara maju tidak lagi bersifat lokal.


Dikutip seluruhnya –dengan sedikit perubahan seperlunya– dari :

R. Bintarto dan S. Hadisumarno. 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES

KuNJuNGaN


visitors map

uDaH BeRKuNJuNG

free counters

Earth Hour

Komunitas Geografi Al Washliyah ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO